manfredodicrescenzo –Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dijadwalkan menjalani sidang pembacaan tuntutan atas kasus dugaan korupsi impor gula, Jumat (4/7/2025), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang ini menjadi momen krusial dalam proses hukum yang tengah berlangsung, setelah sebelumnya Tom ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, menyampaikan bahwa agenda sidang akan dimulai pada pagi hari. Namun, jadwal bisa berubah tergantung kesiapan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Apabila JPU belum siap, maka sidang akan digelar setelah salat Jumat,” ujar Andi dalam pernyataan tertulisnya.
Kasus ini berawal dari pemberian izin impor gula kristal mentah sebesar 105 ribu ton kepada PT AP pada 2015, saat Tom menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Padahal, hasil rapat koordinasi lintas kementerian yang digelar 12 Mei 2015 menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor tambahan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa izin impor tersebut bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Namun dalam kasus ini, PT AP sebagai pihak swasta memperoleh izin impor tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Proses hukum terhadap Tom Lembong menjadi perhatian publik karena menyangkut kebijakan strategis yang berdampak besar pada sektor pangan nasional.
“Baca juga: Wajib Asuransi Mobil & Motor, Perlindungan Baru”
Dugaan Manipulasi Distribusi Gula oleh Swasta, Negara Rugi dan Konsumen Dirugikan
Pada akhir 2015, arah kebijakan impor gula Indonesia mengalami perubahan drastis. Informasi internal menyebutkan bahwa pada 2016, Indonesia akan mengalami defisit gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton. Namun, bukannya menunjuk BUMN untuk melakukan impor sesuai regulasi, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) justru mengambil jalur berbeda yang kini dipertanyakan legalitas dan transparansinya.
CS diduga memerintahkan stafnya untuk bekerja sama dengan delapan perusahaan swasta dalam aktivitas impor gula. Padahal, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2004, hanya BUMN yang berwenang melakukan impor gula kristal putih untuk konsumsi masyarakat umum, terutama dalam rangka menjaga stok dan stabilisasi harga.
“Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, seharusnya yang melakukan impor adalah BUMN,” tegas Qohar.
Lebih mencurigakan lagi, harga jual gula dari distributor swasta itu mencapai Rp16 ribu per kilogram. Angka ini jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp13 ribu per kilogram. Tak ada intervensi berupa operasi pasar yang dilakukan untuk menstabilkan harga, sehingga konsumen menanggung beban harga yang tidak wajar.
Kasus ini menunjukkan adanya potensi manipulasi distribusi dan pelanggaran prinsip tata niaga komoditas strategis. Kejagung menilai langkah-langkah yang diambil tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga merugikan negara dan rakyat. Pemerintah diharapkan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik serupa di sektor komoditas lainnya, guna memastikan kepentingan publik tetap menjadi prioritas utama.
“Simak juga: OJK Membahas Tren Paylater dan Mitigasi Risiko Bank”
Leave a Reply